Kamis, 10 Januari 2013

Hubungan Manusia dengan kebudayaan

ILMU BUDAYA DASAR
Description: http://yunimbum.files.wordpress.com/2010/10/logo_gunadarma1.jpg
NAMA         :ABDUL KARIM
NPM            :10512018
KELAS        :1 PA 02


FAKULTAS PSIKOLOGI

1.A PERKAWINAN ADAT BUGIS BONE
A.PENDAHULUAN
Masyarakat kabupaten Bone, sebagaimana masyarakat lainnya di Propinsi Sulawesi Selatan umumnya,merupakan pemeluk islam yang taat,kehidupan mereka selalu diwarnai oleh keadaan yang serba religius. Kondisi ini ditunjukan oleh banyaknya tempat-trempat ibadah dan tempat Pendidikan Agama Islam. Sekalipun penduduk kabupaten Bone mayoritas memeluk agama Islam,namun dikota Watampone juga ada gereja dan beberapa tempat ibadah pemeluk agama lainnya.
Seiring dengan perkembangan zaman, sentuhan tekhnologi modern telah mempengaruhi dan menyentuh masyarakat Bugis Bone, namun kebiasaan-kebiasaan yang merupakan tradisi turun menurun bahkan yang telah menjadi Adat masih sukar untuk dihilangkan. Kebiasan-kebiasaan tersebut masih sering dilakukan meskipun dalam pelaksanaannya telah mengalami perubahan, namun nilai-nilai dan makna masih tetap terpelihara dalam setiap upacara tersebut.
Ada dua tahap dalam proses pelaksanaan upacara perkawinan masyarakat Bugis Bone yaitu, tahap sebelum dan sesudah akad perkawinan. Bagi masyarakat Sulawesi Selatan pada umumnya, masyarakat Bugis Bone khususnya menganggap bahwa upacara perkawinan merupakan sesuatu hal yang sangat sakral, artinya mengandung nilai-nilai yang suci.
Terdapat bagian-bagian tertentu pada rangkaian upacara tersebut yang  bersifat tradisional. Dalam sebuah pantun Bugis (elong) dikatakan : Iyyana kuala sappo unganna panasae na belo kalukue. Yang artinya Kuambil sebagai pagar diri dari rumah tangga ialah kejujuran dan kesucian. Dalam kalimat tersebut terkadung arti yang sangat penting dalam menjalankan suatu perkawinan.

2. kegiatan-kegiatan yang meliputi.
1.  Mattiro (menjadi tamu)
Merupakan suatu proses dalam penyelenggaraan perkawinan. Mattiro artinya melihat dan memantau dari jauh atau Mabbaja laleng (membuka jalan). Maksudnya calon mempelai laki-laki melihat calon mempelai perempuan dengan cara bertamu dirumah calon mempelai perempuan, apabila dianggap layak, maka akan dilakukan langkah selanjutnya.
2.Mapessek-pessek (mencari informasi)
Saat sekarang ini, tidak terlalu banyak melakukan mapessek-pessek karena mayoritas calon telah ditentukan oleh orang tua mempelai laki-laki yang sudah betul-betul dikenal. Ataupun calon mempelai perempuan telah dikenal akrab oleh calon mempelai laki-laki.
3.  Mammanuk-manuk (mencari calon)
Biasanya orang yang datang mammanuk-manuk  adalah orang yang datang mapessek-pessek supaya lebih mudah menghubungkan pembicaraan yang pertama dan kedua. Berdasarkan pembicaraan antara pammanuk-manuk dengan orang tua si perempuan, maka orang tua tersebut berjanji akan memberi tahukan kepada keluarga dari pihak laki-laki untuk datang kembali sesuai dengan waktu yang ditentukan. Jika kemudian terjadi kesepakatan maka ditentukanlah waktu madduta Mallino (duta resmi).

B. Upacara Sebelum Akad Perkawinan
Sejak tercapainya kata sepakat, maka kedua belah pihak keluarga sudah dalam kesibukan. Makin tinggi status sosial dari keluarga yang akan mengadakan pesta perkawinan itu lebih lama juga dalam persiapan. Untuk pelaksanan perkawinan dilakukan dengan menyampaikan kepada seluruk sanak keluarga dan rekan-rekan. Hal ini dilakukan oleh beberapa orang wanita dengan menggunakan pakaian adat.
Perawatan dan perhatian akan diberikan kepada calon pengantin . biasanya tiga malam berturut-turt sebelum hari pernikahan calon pengantin Mappasau  (mandi uap), calon pengantin memakai bedak hitam yang terbuat dari beras ketan yang digoreng samapai hangus yang dicampur dengan asam jawa dan jeruk nipis. Setelah acara Mappasau, calon pengantin dirias untuk upacara Mappacci atau Tudang Penni.
Mappaccing berasal dari kata Paccing yang berati bersih. Mappaccing artinya membersihkan diri. Upacara ini secara simbolik menggunakan daun Pacci (pacar). Karena acara ini dilaksanakan pada malam hari maka dalam bahasa Bugis disebut ”Wenni Mappacci”.
Melaksanakan upacar Mappaci akad nikah berarti calon mempelai telah siap dengan hati yang suci bersih serta ikhlas untuk memasuki alam rumah tangga, dengan membersihkan segalanya, termasuk :  Mappaccing Ati (bersih hati) , Mappaccing Nawa-nawa (bersih fikiran), Mappaccing Pangkaukeng (bersih/baik tingkah laku /perbuatan), Mappaccing Ateka (bersih itikat).

1 B. PERAN MANUSIA DALAM MELESTARIKAN KEBUDAYAAN
KERANGKA KEBUDAYAAN
Jika kita perhadapkan kebudayaan Bugis dengan semangat kebangsaan kita, dapat kita katakan bahwa ke-bhineka-an itu kurang diapresiasi. Malah yang diutamakan adalah semangat ke-tunggal ika-an. Ini tercermin pada penyeragaman pola pikir pada zaman Orde Baru.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa etnis mayoritas mendapatkan privilese – privelese dalam berbagai bentuk, sementara etnis yang tidak memiliki back up mengalami marginalisasi.
Disinilah letak kekeliruan yang dilakukan rezim Orde Baru dalam rangka membangun kepribadian dan kebudayaan bangsa melalui berbagai jalur, Sementara pada aspek bahasa, pemberlakuan bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu, walau satu sisi telah memudahkan komunikasi antar anak bangsa, ternyata disisi lain justru menjadikan sekitar 500-an bahasa daerah dinusantara termarjinalisasi
Parahnya, media justru memunculkan bahasa Indonesia yang tidak baku dialek Jakarta sebagai standarisasi bahasa gaul anak muda. Akibatnya, generasi muda kurang mengenal bahasa daerahnya. Konsekwensinya adalah bahasa daerah terancam punah. Dari aspek bahasa saja, kita telah mendapat sinyal untuk segera bereaksi terhadap fenomena ini. Bagaimana jika kita tinjau aspek lain dari kebudayaan. Maka hal ini, menjadi niscaya bagi kita saat ini untuk merevitalisasi kebudayaan kita dengan berdasar konsepsi kesejarahan dan konteks kekinian agar generasi muda Bone tidak kehilangan identitas dan mampu duduk sejajar dalam kerangka kebangsaan. Serta, menjadi warga dunia yang siap dengan perkembangan zaman tapi memiliki semangat sebagai Bugis Bone dalam kerangka multikulturalisme dan demokrasi
Namun persoalan besar bagi kita semua adalah bagaimana membangun antara identitas kedaerahan dan kebugisan sehingga tidak menciptakan arogansi kedaerahan atau kesukuan yang justru dapat memunculkan terjadinya konflik. Tapi disisi lain bukan atas dasar  nasionalisme yang kaku sehingga budaya bugis khususnya Bone justru terlupakan. Padahal pada kebudayaan Indonesia tersusun  dari ratusan suku dan budaya termasuk Bugis khususnya Bone.
Untuk merealisasikan gagasan tersebut, tentu harus mengembangkan metode yang tepat dan melibatkan segenap pihak yang terkait dan bergerak secara sinergis. Dengan adanya keterbukaan di era reformasi ini, membuka peluang bagi kita semua untuk mengangkat kembali “harta karun” manusia Bugis yang terpendam dalam naskah klasik yang terlalu disakralkan sehingga tak terbaca, untuk muncul kepermukaan agar dapat ditransformasikan pada generasi selanjutnya.

PENTINGNYA PEMBANGUNAN DISEKTOR PENDIDIKAN
Pendidikan untuk memanusiakan manusia secara filosofis dan mencerdaskan kehidupan bangsa secara normatif. Sebagai sebuah proses, tentu tidak dilihat hasilnya dalam waktu singkat. Pendidikan adalah investasi jangka panjang bagi sebuah bangsa. Berhasil tidaknya proses pendidikan akan mempengaruhi martabat bangsa dimata bangsa lainnya.
Sebelum reformasi, pendidikan kita adalah proses penyeragaman cara berpikir. Misalnya dalam pendidikan bahasa Indonesia, dari Sabang sampai Merauke memulai dengan ini budi. Padahal ada banyak tokoh lain yang bisa diangkat. Misalnya Ini Ucok, Ini Baco, Ini Ujang, Ini Denias dan sebagainya.
Pelajaran bahasa dan sastra pun itu-itu saja. Seolah-olah tidak ada sastra dari kebudayaan lain. Padahal, Indonesia ini dibentuk 500-an suku yang memiliki tradisi sastra tersendiri.
Pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan selalu menggunakan peristilahan yang berbahasa sangsekerta. Padahal, bahasa sangsekerta murninya dari India, bukan bahasa asli Indonesia. Kalaupun ada bahasa yang berasal dari salah satu suku di Indonesia, kita tidak akan menemukan kata siri na pesse’, pela gandong dan kearifan lainnya. Seolah-olah nilai dasar kebangsaan kita dibentuk dari kearifan satu suku saja.

Dalam pelajaran sejarah, petikan tentang sejarah Sulawesi hanya sekilas mengulas perang Makassar yang menokohkan peran protagonis kepada Sultan Hasanuddin dan peran antagonis kepada Arung Palakka. Sementara, kita harus menghapal raja-raja Singasari, Majapahit, Demak, Mataram dan sebagainya. Bahkan, pelajaran sejarah hanya mengulas pergerakan kemerdekaan di Jawa seolah-olah tidak ada orang luar Jawa yang berperang disana. Dan parahnya, sejarah pasca kemerdekaan adalah sejarah pemberontakan rakyat Aceh (DI-TII Daud Berueh), Sunda (DI-TII Kartosuwiryo), Banjar (DI-TII Ibnu Hajar), Sulawesi Selatan (DI-TII Kahar Muzakkar, Kapten Andi Azis), Sulawesi Utara (PRRI-Permesta), Ambon (RMS). Hanya PKI saja di Jakarta. Coba kita bandingkan peristiwa 10 November di Surabaya yang menjadi peringatan hari Pahlawan. Atau Serangan Oemoem 1 Maret di Jogja. R. A. Kartini, seorang bangsawan jepara, hanya mengirim surat kepada Belanda, malah dianggap pahlawan nasional dan hari lahirnya dijadikan hari perempuan Indonesia. Ini sungguh tidak sebanding dengan keringat dan darah Cut Nya Dien atau Laksamana Malahayati yang sekedar dianggap sebagai pahlawan biasa.
Belum lagi klaim bahwa Nusantara pernah bersatu dibawah Sriwijaya dan Majapahit. Padahal sepanjang pengetahuan penulis, ini adalah klaim sepihak yang kebenaran sejarahnya belum dikonfirmasi pada daerah yang konon ditaklukkan Gajah Mada. Hal ini menjadi sebuah tanda akan superioritas satu suku dengan suku lain.
Kita bersyukur, tumbangnya rezim Orde Baru 1998 membawa berkah di sektor pendidikan. Materi dan metode pengajaran untuk anak didik lebih cerdas. Bahkan, dengan adanya Kurikulum Muatan Lokal, peluang anak bangsa yang jauh dari pusat kekuasaan, dapat mengelola sendiri bahan pengajarannya. Sehingga menjadi peluang untuk proses transformasi nilai-nilai kebudayaan khususnya Bugis Bone.

TAWARAN METODE
Agar revitalisasi kebudayaan dan kesejarahan dapat bersinergi dengan sector pendidikan maka perlu dibuat metode. Adapun tawaran kami sebagai berikut.

a. pembentukan tim
Tim dibentuk dari berbagai pihak antara lain, pihak pemerintah daerah melalui Dinas Pendidikan, Dinas Pemuda Olahraga Seni dan Budaya, Sekolah dan Komite Sekolah yang terkait. Kemudian pihak tokoh adat dan tokoh masyarakat Bone, serta pihak Lembaga Kebudayaan dan LSM. Pembentukan tim ini kemudian ditindak lanjuti dengan pembagian job description, penetapan skedul dan sebagainya.
b. riset
Dari skedul dan pembagian job description yang ditetapkan sebelumnya, tim melakukan pengumpulan data dan menganalisis data. Pada tahap ini, dilakukan penelitian akurasi (validitas) data dan efek-efek yang mungkin ditimbulkan. Diusahakan agar ada transformasi nilai dari data tersebut sesuai dengan kepentingan pendidikan.
C. Penyusunan Bahasa
Setelah melewati proses seleksi bahan ajar (berdasar muatannya kepada tingkat pendidikan peserta didik) maka disusun silabus dan buku sebagai acuan berikut tujuan instruksional dari tiap materi pengajaran. Dan yang tak kalah penting adalah penyesuaian materi dan metode dengan standar pendidikan yang berlaku.

d. Sosialisasi dan Penerapan
Pemerintah Daerah melalui Dinas Pendidikan Kabupaten Bone bekerja sama dengan pihak Sekolah menetapkan Mata Pelajaran “Sejarah dan Kebudayaan Bugis Bone” dari tingkat pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi dan melakukan pelatihan kepada guru dan dosen. Pelatihan ini dimaksudkan agar tenaga pengajar lebih mampu menguasai materi dan mentransformasikan pada peserta didiknya.

2. mengatasi tawuran dan mahasiswa
Media masa berkali-kali memberitakan kasus tawuran yang terjadi di kalangan pelajar. generasi muda yang sangat energik melampiaskan dirinya dengan tindakan anarkis
Rasa sedih di dalam hati saya semakin bertambah tatkala melihat tawuran juga terjadi di kalangan mahasiswa yang notabenya termasuk kalangan terdidik di bangku perguruan tinggi yang kelak akan menjadi sarjana.  Inikah potret buram generasi muda Indonesia? Inikah hasil proses pendidikan yang selama ini kita kerjakan? Inikah potret karakter anak-anak muda Indonesia? Inikah potret negara Indonesian yang berprinsip Pancasila? Inikah perilaku makluk yang ber-Tuhan?
Hal yang selalu merasuki pikiran saya adalah mengapa generasi muda sangat mudah tersulut dengan tawuran? Dari laporan media masa, saya mencermati jika tawuran terjadi para pelajar dan mahasiswa bertindak jauh dari kesan sebagai insan yang terdidik. Lihat saja dengan membabi buta mereka membuat kerusakan properti orang dan fasilitas publik yang jelas-jelas tidak bersalah. Dengan bermuka garang mereka membawa senjata tajam berupa samurai, pedang, balok, besi dan masih banyak lainnya yang siap untuk menghabisi nyawa lawannya. Sungguh tindakan anarkis ini tidak layak dilakukan oleh manusia yang beradab.
Dari fakta kejamnya tawuran, rasanya pemerintah dan masyarakat perlu mengambil tindakan serius. Tawuran yang terus terjadi saat ini harus mendapatkan perhatian serius. Kita tidak bisa membiarkan ini terus terjadi lantaran tawuran tidak terjadi di sekitar kita. Kita harus ingat jika kita tidak akan pernah tahu kapan dan di mana tawuran akan terjadi. Kita tidak akan pernah tahu apakah kita akan terjebak dengan tawuran atau tidak. Kita tidak akan pernah tahu apakah ada anggota keluarga kita, kolega, teman dan sahabat kita menjadi korban tawuran atau tidak. Intinya, tawuran merusak sendi-sendi kedamaian dan ketentraman hidup.
 
Contoh kasus

Tawuran Mahasiswa Universitas Muslim Indonesia( umi ) makassar
Pada tanggal 20 september 2012Mahasiswa Universitas Muslim Indonesia (UMI), Makassar kembali terlibat tawuran. Dalam peristiwa tersebut, seorang mahasiswa teknik elektro, Ibrahim alias Ibe angkatan 2008 tewas setelah dirawat di RS Ibnu Sina karena menderita luka tusukan di perut.
Menurut informasi yang dihimpun di sekitar lokasi kejadian, tawuran ini terjadi dipicu persoalan sepele. Dimana seorang mahasiswa Fakultas Mesin UMI angkatan 2010 ditegur oleh seniornya dan dipukul. Tak terima perlakuan tersebut, ia pun menyampaikan kepada kerabatnya yang kuliah di fakultas teknik sipil. Mereka lalu melakukan aksi balasan dengan menyerang fakultas teknik mesin.
Tawuran pun tak terhindarkan hingga kaca-kaca gedung di UMI pecah. Dari kejadian tersebut, korban yang ikut dalam penyerangan ke fakultas teknik mesin terkena tikaman di bagian parutnya. Selanjutnya, korban dilarikan ke RS Ibnu Sina yang terletak di depan kampus UMI. Saat mendapat pertolongan tim medis, korban menghembuskan nafas terakhirnya.
Rekan-rekan korban yang berada di RS Ibnu Sina langsung berhamburan kembali melakukan penyerangan. Beruntung, aksi ratusan rekan korban yang hendak membalaskan dendam terhadap mahasiswa fakultas teknik mesih itu berhasil dihalau aparat kepolisian yang masih melakukan pengamanan Jenazah korban rencananya dibawa langsung ke kampung halamannya di Kabupaten Palopo untuk disemayamkan di rumah duka dan diserahkan ke orang tuanya. Sebelumnya, puluhan aparat kepolisian dari Polsekta Panakukang yang melakukan penyisiran di setiap ruang di gedung Fakultas Teknik dan berhasil menyita berbagai senjata tajam jenis parang, celurit, badik, anak panah.

Tanggapan dan saran:
Menurut pendapat saya. Arogansi mahasiswa berdasarkan fakultas, suku, sosialita yang di banggakan turun temurun. Disini system seniortitas masih dipakai .Pola pikir mahasiswa yang  masih kedaerahan adalah salah satu  pemicu  terjadinya tawuran, disamping mental dan karakter, serta lingkungan yang mempengaruhi mahasiswa yang semakin anarkis. Peran pendidik formal, para orang tua, tokoh agama dan aparat pemerintah. Sudah saatnya secara berkala dilakukan rembugan serius di antara empat elemen tersebut, yang kalau perlu juga melibatkan langsung perwakilan para siswa/mahasisiwa
Dan di saat lain, secara terpisah masing-masing elemen tersebut harus melakukan kewajibannya dengan tetap sabar dan bersungguh-sungguh.

hemat saya para siswa di zaman sekarang ini, perlu mendapat pelatihan khusus secara bekala mengenai olah batin dalam rangka mengendalikan emosi dan menyalurkannya ke hal-hal yang produktif. Seperti apa bentuk dan tehnis pelaksanaannya, bisa difikirkan kemudian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar